Inspirasi ” Tukang Las”
Ini kisah tentang sebuah cita-cita seorang tukang las.
Beliau bukan seorang yang pandai membaca Al Qur’an,bukan seorang Ustadz,bukan pula alumni pesantren. Bahkan Beliau sekolah pun tidak tamat SD. Hanya saja Beliau hafal huruf dan fasih membacanya sebab dahulu guru ngajinya begitu memperhatikan kefasihannya.
Beliau hanya seorang tukang sampah yang beralih profesi menjadi tukang las. Beliau memiliki cita-cita yang tinggi, beliau pernah berdoa” nekat”, Ya Allah,jadikan anak-anakku ahli Qur’an,dan jika anak kelak menjadi ahli maksiat,maka matikanlah saat masih kecil.”
Do’a yang amat sangat nekat,tetapi itu adalah bentuk kesadarn yang besar bahwa anak akan menjadi pemberat hisab ketika di akhirat jika ia tumbuh menjadi ahli maksiat. Sebut saja Tukang Las ini bernama Pak Maman,seribu cara beliau lakukan untuk kesepuluh anak-anaknya.
Meski beliau hanya tukang las,tapi jangan tanyakan kecintaanya kepada para ulama. Beliau terbiasa memberikan yang terbaik kepada ulama meskipun itu adalah barang terbaik yang ia miliki. Dengan kecintaanya pada para Ulama ,beliau sangat ingin kesepuluh anak-anaknya menjadi Ulama.
Kesepululuh anaknya ini semuanya jadi “ orang”,,(heheheh,,masak jadi monyet),setelah lulus nyantri kebanyakan anak-anak beliau menjadi pengusaha. Dengan bekal agamanya,Pak Maman berharap menjadi bekal hidup anak-anaknya pula ,entah jadi apapun nantinya.
Pedoman Pak Maman adalah dengan mencintai Ulama berarti mencintai pewaris Nabi dan otomatis mencintai Nabi. Masuk akal memang jika dengan cara Beliau mencintai Nabi adalah dengan mencintai para penerus Nabi para keluarga Nabi(baca; Ahli Qur’an).
Hidup Pak Maman pas-pasan,bahakan untuk memasukkan anaknya kepondok pesantrenm saja ia harus berhutang. Pak Maman pernah mendirikan sebuah Klub sepak bola,ia beri nama Merpati Muda. Syarat untuk masuk klub adalah harus mengikuti pengajian setiap malam kamis. Dengan mengaji setiap malam kamis Pak Maman memfasilitasi sebagai pemain sepak bola berupa 4 stel seragam sepak bola. Terkumpullah sebanyak 30 pemuda yang mengaji setiap malam kamis,dan ternyata 4 diantaranya adalah seorang non-muslim. Harapannya akan semakin banyak orang yang senang dengan mengaji dan lebih dekat dengan Al Qur’an.
Pak Maman pernah berkata” Saya kapok menjadi orang Bodoh ,Sementara banyak orang yang kapok menjadi orang pintar.”
Begini maksudnya : > Kalau bapaknya tidak belajar dipondok(nyantri) tapi anaknya nyantri berarti dia kapok menjadi orang bodoh. Tapi kalau bapaknya nyantri tapi anaknya tidak nyantri berarti dia kapok menjadi orang pintar.
Benar sajalah kekapokan Pak Maman terbukti,kesepuluh anaknya semuanya nyantri. Pak Maman mengamalkan ilmu yang beliau tahu,dan itu dijadikan cara terbaik untuk mencetak generasi Ahli Qur’an,yaitu mencintai Ulama.
>>>>>Seorang tukang las saja begitu takutnya jika anaknya menjadi anak yang ahli maksiat,apalagi kita?
Wallahu’alam Bishshowab,kebenaran datangnya dari Allah.
“Hidup untuk belajar,belajar untuk hidup”
Lia Al Faruq