Mencari jawaban “What’s Wrong?”-Part 2
Kemarin sudah dijelaskan sebuah landasan filosofis sederhana bahwa apa yang kita tanam maka itulah yang kita panen, kita menanam biji jagung maka kita akan memanen jagung. kalau sekarang yang kita lihat dan kita rasakan para pemimpin melakukan korupsi, terjadinya kekerasan dan sebagainya berarti dahulu ada yang menanam biji korupsi, kekerasan dan sebagainya. Lantas siapa yang menanam atau yang salah menanam? tentu kita tidak perlu saling menyalahkan
dan tak seharusnya membahas hal tersebut, yang akan dibahas dalam artikel ini adalah mencari jawaban “What’s Wrong?” sehingga nantinya dapat menemukan bagaimana memperbaikinya.
kemarin sudah dibahas bahwa ketika anak dalam kondisi merasa negative emotions (merasa paling benar, gelisah, galau, stress, terancam, direndahkan, putus asa, merasa rendah diri dsb) dari mana negative emotions ini muncul? ada 3 penyebab yaitu 1) salah asuh, 2) salah didik disekolah, 3) lingkungan, maka akan muncul Neurosis yang akan mengakibatkan nurati dan empati tidak berkembang sehingga ketika dewasa maka yang akan muncul adalah sifat perilaku negatif (sombong, iri, dengki, hasut, pemarah, agresif, pembohong dll).
Mari kita bahas satu persatu, kita bahas dari yang nomor 2 yaitu salah asuh didik di sekolah, sebelumnya mohon maaf tidak urut dari nomor 1, kenapa? karena didunia ini yang boleh urut cuma satu yaitu tukang urut..hehehe bercanda biar tidak terlalu sepaneng. Mari kembali ke topik pembahasan, salah didik di sekolah sangat berbahaya bagi bangsa ini, karena orang yang terdidik dalam melakukan tindak kejahatan jauh lebih berbahaya dibanding seorang yang tidak berpendidikan seperti contoh para koruptor dimana hampir semuanya orang-orang yang berpendidikan, sungguh geleng-geleng kepala melihat tingkah laku para koruptor.
kenapa orang berpendidikan bisa menjadi koruptor, menjadi pemecah umat, menjadi teroris dan tindak kejahatan lainya? mari kita sistem pendidikan formal kita, hasilnya sungguh mencengangkan, ketika ada pertanyaan siapa yang belum sama sekali melakukan kecurangan saat ujian atau ulangan baik nyontek, atau sekedar memberikan jawaban kepada teman lainya? hampir semuanya mengaku pernah menyontek. Kenapa ada perilaku kecurangan atau nyontek? karena sistem pendidikan itu sendiri yang menjadikan anak sekolah melakukan hal tersebut, contoh sederhana adanya rangking kelas bahwa anak yang nilai mata pelajaranya paling tinggi dianggap paling pinter dan layak mendapat rangking satu. Maka tidak heran ketika anak-anak atau siswa berlomba mendapat kan nilai paling tinggi meskipun dengan cara kecurangan, tidak hanya kecurangan persaingan tidak sehat diantara para siswa juga sangat terlihat sehingga muncul rasa iri, dengki dan sebagainya.
Tidak berhenti disitu saja ketika hasilnya sudah keluar bagi yang mendapat rangking satu akan membuat dirinya sombong dan merasa paling pintar, dan sebaliknya bagi yang mendapatkan rangking terendah akan menjadi minder. Outputnya adalah bangsa ini muncul orang-orang yang sombong ketika jadi pemimpin egois semaunya sendiri tidak mau menerima saran karena merasa paling benar, menyalahkan orang lain dan lebih parahnya lagi ada sebagian orang yang mengkafir-kafirkan orang lain, kalau Haji Roma Irama bilang “TERLALU”. Pertanyaanya masihkah ada rangking disekolah-sekolah? itu baru satu variabel masih ada lagi variabel-variabel lain dari sistem pendidikan kita yang tujuan baik tetapi terkadang justru itu sebagai akar masalah munculnya keburukan moral atau karakter.
Apalagi yang menjadikan salah didik disekolah dan bagaimana solusinya? tunggu artikel berikutnya…
Yayasan Islam Lu’Lu’ul Maknun Indonesia (ILMI)
SD Qu Hanifah