Ramadhan yang Tak di Rindukan
Rabu, 16 Maret 2022, Pendopo Yayasan ILMI
Tema Diskusi Membangun Kesadaran dalam pagelaran Limolasan ke 99 kali ini adalah Ramadhan yang tak dirindukan…
Tema yang sedikit nyeleneh menurut saya dimana biasanya orang-orang mengaku merindukan Ramadhan, disini kami membahas tema yang sebaliknya.
Apakah benar pernyataan tersebut?
Jawabannya bisa jadi iya bisa jadi tidak…
Jangankan Ramadhan, bulan sebelum Ramadhan pun jarang sekali dirindukan. Misalnya saja pada bulan Rajab, bulan dimana banyak keutamaan dan amalan yang dilakukan pada bulan ini. Namun apakah kita sudah menjalankannya dengan benar-benar?
Sudah berapa kali kita menghatamkan Al-Qur’an di bulan Rajab?
Sudah berapa hari kita berpuasa di bulan Rajab?
Silakan dijawab masing-masing ya…
Saya yakin jawabannya berbeda-beda sesuai dengan kesiapan dan sikap masing-masing individu menghadapi bulan Rajab.
Bulan Ramadhan hakekatnya adalah bulan latihan dimana kita digojlok oleh Sang Kekasih Allah Swt untuk bisa berpuasa. Puasa dalam segala hal bukan hanya makan dan minum saja melainkan puasa akan apapun yang dapat membatalkannya.
Puasa yang maknanya menahan. Menahan dari makan, minum, hawa nafsu serta perbuatan yang berlebihan yang merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Selama puasa hal yang tadinya halal dapat menjadi haram, misalnya saja makan dan minum. Selama 30 hari di bulan Ramadhan kita di uji ketaatannya, keikhlasannya, kesabarannya, kekuatan fisik dan mentalnya.
11 bulan setelah Ramadhan adalah waktu yang sebenar-benarnya yang harus kita jalani karena 11 bulan setelah Ramadhan adalah waktu untuk menerapkan hasil dari 30 hari gojlokan selama di bulan Ramadhan.
Semoga Ramadhanku, Ramadhanmu, dan Ramadhan kita semua tahun ini dapat menjadikan kita semua menjadi manusia yang sebenar-benarnya manusia sesuai dengan fitrah yang Allah ciptakan sebelum kita dilahirkan ke muka bumi ini. Aamiin Ya Allah…