Sebenarnya tidak belajar sejarah?

Bismillahirrohmanirrohim,

Assalamualaikum para pembaca setia website SD Qu, semoga Allah senantiasa memberikan rahmat kepada kita semua, Aamiin.

Tulisan kali ini mengangkat tema “Sebenarnya pendidikan kita tidak mendidik belajar dari sejarah” Kenapa? sebentar sebelum menjawab pertanyaan tersebut ada pertanyaan yang mungkin masih diingat ketika kita duduk dibangku sekolah dasar.

Jawablah pertanyaan dibawah ini!

1. Tahun berapa Indonesia merdeka?

2. Siapakah presiden pertama kali di Indonesia?

3. Dimanakah terjadinya pertempuran hebat pada tanggal 10 November?

dsb

Masih ingatkah pertanyaan-pertanyaan diatas? yuk kita analisis bersama, yang pertama pertanyaan-pertanyaan tersebut memang tidak ada yang salah atau keliru. Sekali tidak ada yang salah atau keliru, lantas apa yang perlu kita bahas? mari kita simak teori pendidikan yang kita kenal dengan istilah Taksonomi Bloom yang terbaru dimana ada tingkatan cara berfikir dari lower order thinking skills (LOTS) berfikir tingkat rendah sampai pada higher order thinking skills (HOTS) atau berfikir tingkat tinggi. Berikut tabel dari Bloom yang menunjukan tingkatan cara berfikir dari rendah sampai tinggi.

blommKalau kita cermati remembering (mengingat), understanding (mengerti) masuk dalam katagori LOTS atau berfikir tingkat rendah. Nah kembali kepada pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul didalam pelajaran sejarah kita tadi, kira-kira pertanyaan-pertanyaan tersebut masuk dalam LOTS atau HOTS ? tentu kita bisa menebak dan menjawab masuk dalam katagori LOTS atau berfikir tingkat rendah karena hanya sekedar mengingat dan mengerti tanggal kejadian serta tempat. Padahal kata bijak yang sering kita dengar adalah Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, sementara pendidikan yang diajarkan adalah anak-anak hanya sebatas menghafal nama, tahun, dan tempat sedangkan filosofi sejarah, analisis sejarah, sampai menyimpulkan hikmah apa yang bisa diambil dari sejarah masih sangat sedikit di bahas. Sehingga pelajaran sejarah dianggap sebelah mata dibanding pelajaran matematika atau IPA, bahkan yang paling menyesakan dada kalau boleh lebay sambil nunjuk hati dan bilang sakitnya tuh disini adalah anggapan bahwa anak jurusan IPS dimana sejarah masuk disitu adalah anak-anak yang merasa tidak bisa atau tingkat rendah dibanding mereka yang jurusan IPA, betul?

Lantas bagaimana seharusnya? berikut sedikit saya memaparkan terkait bagaimana belajar sejarah tidak sekedar menghafal, pemikiran ini hasil dari saya belajar dari seorang yang saya anggap luar biasa dibidang pendidikan, beliau adalah bu Ratna Megawangi. Oke langsung saja, setidaknya dalam pembelajaran apapun yang terpenting adalah mampu merubah cara berfikir dan perilaku anak tidak sekedar membuat anak mampu menghafal dan mengerti saja termasuk pelajaran sejarah. Oleh karena itu perlu dilatih anak untuk bisa berfikir tingkat tinggi (HOTS), apakah bisa anak usia SD diajak sampai pada level analysing, evaluating, creating? Jawabanya sangat bisa, hal-hal sederhana bisa diterapkan dalam melatih anak untuk berfikir tingkat tinggi (HOTS) contoh misalkan pertanyaan-pertanyaan diatas bisa kita ganti dengan:

1. Pelajaran apa yang bisa diambil dari kemerdekaan Indonesia?

2. Siapakah tokoh presiden yang kalian idolakan? Kenapa?

3. Hikmah apa yang bisa kita petik dari terjadinya pertempuran melawan Inggris pada tanggal 10 November?

Dari pertanyaan seperti itu tentu akan mengundang berbagai macam jawaban yang berbeda dari anak-anak sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pengalaman dan tentu untuk menjawab pertanyaan itu tidak hanya melibatkan akal untuk berfikir saja melainkan mengikutsertakan hati dalam menjawab, karena disitu anak-anak diminta untuk bisa mengambil pelajaran atas apa yang terjadi dimasa lampau. Sehingga anak-anak benar-benar belajar sejarah tidak hanya sekedar mengingat pelajaran.

Sekian tulisan artikel malam ini, mari bersama membangun peradaban Indonesia lebih baik. Mari belajar sejarah, untuk kita petik hikmahnya.

Yayasan Islam Lu’lu’ul Maknun Indonesia (ILMI)

ILMI Foundation

SD Qu Hanifah