kagumilah orang yang sudah “meninggal

Assalamulaikum…apa kabar sahabat SD Qu? kini insyaAllah website SD Qu kembali aktif setelah beberapa vakum. mohon doanya semoga mampu istiqomah memberikan inspirasi-inpirasi bagi sahabat2 semua lewat beberapa artikel yang kami postkan lewat laman ini…aamiin.

ada sebuah pernyataan luar biasa dari ustad, “Kagumilah orang yang sudah meninggal, bukan kepada mereka yang masih hidup. Karena yang masih hidup belum tentu terbebas dari fitnah dunia”. 

Yup kalau kita lihat fakta hari ini sunggu pernyataan tersebut sangat terasa dikehidupan kita sehari-hari, dulu mungkin kita pernah ngefans sekali sama orang yang kita anggap baik sekali, eh ternyata tertangkap oleh KPK karena kasus korupsi, dan lain sebagainya.

Nah, biar kita tidak kecewa dan tentunya bisa menjadi panduan hidup kita maka lebih baik kita ngefans  sama orang-orang yang sudah “meninggal” tetapi sampai sekarang kisah tersebut terus hidup kebaikanya.

oke langsung saja kita simak kisah sosok yang luar biasa, smoga kita mampu mencontohnya..aamiiin

MUSH’AB BIN UMAIR

Duta Islam Pertama

 

Mush’ab bin Umair adalah ramaja Quraisy terkemuka, paling tampan, penuh dengan jiwa dan semangat muda. Sejarawan dan ahli riwayat menjelaskan masa mudanya dengan ungkapan, “Seorang penduduk Mekkah yang mempunyai nama paling harum”.

Dia lahir dan dilahirkan dalam kesenangan serta tumbuh dalam lingkunganya. Mungkin tidak seorangpun diantara anak-anak muda Mekkah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya sedemikian rupa sebagaimana Mush’ab bin Umair.

Mungkinkah anak muda yang serba kecukupan, bisa hidup mewah dan manja, menjadi buah biibir gadis-gadis Mekkah, dan menjadi bintang ditempat-tempat pertemuan, akan berubah menjadi pelaku cerita tentang keimanan dan kepahlawanan?

Demi Allah, kisah Mush’ab bin Umair atau yang dijuluki oleh kaum muslimin dengan sebutan “Mush’ab Yang Baik” adalah kisah yang penuh pesona. Ia merupakan salah satu diantara orang-orang yang ditempa oleh Islam dan dididik oleh Muhammad SAW. Namun bagaimana sosok sejatinya?

Suatu hari, anak muda ini mendengar tentang Muhammad Al-Amin yang mulai menjadi perhatian bagi penduduk Mekkah; Bahwa Muhammad SAW menyatakan dirinya telah diutus oleh Allah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, sebagai penyeru yang mengajak umat beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.

Saat siang dan malam perhatian penduduk Mekkah tidak lepas dari berita itu. Ketika yang ada hanya perbincangan tentang Rasulullah SAW dan agama yang dibawanya, anak muda yang manja ini paling banyak mendengar berita itu.

Meskipun usianya masih belia, ia menjadi bunga disetiap tempat pertemuan dan perkumpulan. Setiap pertemuan apapun, mereka selalu berharap Mush’ab bin Umair hadir didalamnya. Penampilanya yang anggun dan otaknya yang cerdas merupakan keistimewaan Ibnu Umair, yang mampu membuka hati dan pintu.

Mush’ab telah mendengar bahwa Rasulullah SWA bersama pengikutnya sering mengadakan pertemuan di suatu tempat yang jauh dari gangguan dan ancaman orang-orang Quraisy. Pertemuan itu dilaksanakan dibukit Shafa di rumah Al-Al-Arqam bin Abul Al-Arqam.

Tanpa berfikir panjang dan tanpa seorang pun yang menemani, pada suatu senja ia pergi ke rumah Al-Arqam. Kerinduan dan rasa penasaran telah mendoronganya melakukan hal itu.

Di tempat itulah, Rasulullah SAW bertemu dengan para sahabatnya, untuk membacakan ayat-ayat Alqur’an kepada mereka. Ketika Mush’ab baru saja duduk, ayat-ayat Al-Qur’an mulai mengalir dari kalbu Rasulullah SAW, bergema melauli kedua bibir beliau, mengalir sampai ketelinga dan meresap kedalam hati para pendengar. Di senja itu hati Mush’ab telah berubah menjadi hati yang tunduk oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Keharuan yang ia rasakan hampir-hampir saja membuat tubuhnya terangkat dari tempat duduknya. Ia seoalah-olah terbang oleh perasaaanya gembira. Tetapi, Rasulullah SAW mengulurkan tangannya tanganya yang penuh kasih sayang dan mengurut dada pemuda yang sedang bergejolak itu. Tiba-tiba hatinya menjadi tenang dan damai, bagai lautan yang dalam.

Pemuda yang baru saja memeluk Islam dan beriman itu tampak memiliki hikmah yang luas dan berlipat ganda dari ukuran usianya. Ia memiliki kepekaan hati yang mampu mengubah jalan sejarah.

Ibunda Mush’ab, Khannas binti Malik, adalah sosok ibu yang memiliki kekuatan kepribadian yang cemerlang. Pesona pribadinya itu telah membuatnya disegani. Setelah memeluk Islam, tidak ada sosok yang membuat Mush’ab khawatir dan takut dimuka bumi ini selain ibundanya.

Seandainya Mekkah dengan segala patung, tokoh-tokoh terhormat, dan padang pasirnya membentuk sebuah formasi yang mengepung dan memusuhinya, Mush’ab akan menganggap itu bukanlah musuh yang berat saat itu. Tetapi, bila musuh itu adalah ibundanya, inilah kekawatiran yang membuatnya gelisah.

Dia berfikir cepat dan memutuskan untuk membunyikan keislamanya, kecuali jika Allah berkehendak lain. Tetapi ia tetap bolak-balik ke Darul Al-Arqam dan bermajelis bersama Rasulullah SAW. Dia benar-benar merasa tentram dengan menjadi orang yang beriman dan berupaya tetap menghindari kemurkaan ibunya, yang sampai saat itu tidak tahu sama sekali cerita tentang keislamannya.

Hanya saja di Mekkah tiada rahasia yang tersembunyi. Mata dan telinga orang-orang Quraisy ada di setiap tempat mengikuti setiap langkah dan menyusuri jejak. Utsman bin Thalhah melihat Mush’ab ketika memasuki rumah al-Arqam secara diam-diam. Kali lain, Utsman melihatnya shalat seperti yang dilakukan Muhammad SAW. Ia pun segera menemui ibu Mush’ab dan melaporkan berita yang dijamin kebenaranya.

Mush’ab berdiri dihadapan ibu dan keluarganya serta para pembesar Mekkah yang berkumpul dirumahnya. Dengan hati yang benar-benar yakin dan mantab, Mush’ab membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang disampaikan oleh Rasulullah SAW untuk mencuci hati nurani mereka, mengisinya dengan hikamh dan kemuliaan; kejujuran dan ketaqwaan.

Ketika sang ibu hendak membungkam mulut putranya dengan tamparan keras, tangan yang terayun bagai anak panah itu lunglai dan jatuh terkulai dihadapan cahaya yang membuat wajah yang telah berseri cemerlang itu kian berwibawa dan tenang. Kewibawaanya telah menimbulkan penghormatan dan ketenaganya menumbuhkan kepercayaan.

Sebagai seorang ibu, ibunda Mush’ab tidak tega memukul dan menyakiti putranya. Tetapi pengaruh berhala-berhala terhadap dirinya membuat dirinya harus bertindak dengan cara yang lain. Ia membawa putranya itu ke ruang terisolir di dalam rumahnya, lalu mengurungnya di dalam ruangan itu dan ditutup rapat-rapat.

Mush’ab tinggal dalam ruangan itu sekian lama sehingga beberapa orang kaum muslimin hijrah ke Habasyah (Etiopia). Mendengar berita hijrah ini Mush’ab pun mencari muslihat, dan berhasil melabui ibu dan penjaga-penjaganya, lalu hijrah ke habasyah dengan penuh ketaatan. Ia tinggal bersama saudara-saudaranya kaum Muhajirin, lalu pulang ke Mekkah.

Kemudian ia pergi lagi untuk hijrah kedua bersama sahabat atas titah Rasulullah SAW dank arena taat kepada beliau. Tetapi di Habasyah maupun di Mekkah tidak ada bedanya bagi Mush’ab. Ujian dan penderitaan yang dialami Mush’ab kian meningkat tanpa mengenal waktu dan tempat.

Mush’ab telah berhasi membentuk pola kehidupanya dengan format baru sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah. Dia kini telah sampai pada keyakinan bahwa hidupnya sudah sepantasnya dipersembahkan untuk Penciptanya Yang Mahatinggi.

Suatu hari ia muncul dihadapan kaum muslimin yang sedang duduk disekeliling Rasulullah SAW. Saat memandang Mush’ab, mereka semua menundukan kepala dan merasa prihatin. Beberapa orang diantara mereka berlinang air mata karena terharu. Hal itu karena mereka melihat Mush’ab memakai jubbah using yang penuh dengan tambalan. Mereka teringat penampilanya sebelum masuk Islam, ketika pakaianya bagaikan bunga-bunga di taman hijau yang terawat dan menyebarkan aroma yang wangi.

Rasulullah SAW sendiri menatapnya dengan pandangan yang bijaksana. Pandangan yang penuh rasa syukur dan kasih sayang. Kedua bibir beliau menyunggingkan senyuman mulia, seraya bersabda :

 

“Aku telah mengetahui Mush’ab ini sebelumnya. Tidak ada pemuda Mekkah yang lebih dimanja oleh orang tuanya seperti dirinya. Kemudian ia meninggalkan itu semua karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.