Oleh-oleh dari Turkey
Oleh-oleh Dari Turkey
Dari Abi Much Aziz Muslim, S.Kom, M.Kom.
Berikut adalah sepenggal nasihat terkenal Syeikh Edebali pada anak didiknya, Sultan Osman Ghazi begitu ia menduduki kursi kesultanan.
“Wahai anakku!
Engkaulah Sang Penguasa! Sementara kita semata rakyat biasa! Amarah adalah milik kita; sabar adalah kepunyaanmu. Bila tiba saatnya hati kita patah, engkaulah yang hendak mengobatinya, bukan sebaliknya. Tuduhan adalah milik kita; keberlangsungan adalah kepunyaanmu. Kelemahan adalah daya kita; lapang dada adalah perawakanmu. Ketidak-harmonisan, percekcokan, perselisihan, dan kesalah-pahaman adalah milik kita; keadilan adalah kepunyaanmu. Laku tak baik, ucapan buruk, dan penafsiran sepihak adalah milik kita; ampunan adalah kepunyaanmu.
Wahai anakku!
Mulai saat ini perpecahan adalah milik kita; menyatukannya kembali adalah tugasmu. Kemalasan adalah tingkah kita; dukungan, peringatan, dan memperbaikinya kembali adalah tugasmu.
Wahai anakku!
Bebanmu begitu berat; tugasmu begitu rumit; sementara kekuatanmu terikat hanya dengan sehelai rambut. Semoga Tuhan selalu menjadi penyelamat dan senantiasa memberkati negerimu. Semoga Ia menjadikanmu bermanfaat di atas jalan-Nya. Semoga ia menerangi jalanmu. Semoga Ia mempertajam sinarmu sehingga mampu menerangi tanah-tanah terpencil nan jauh. Semoga ia memberimu kekuatan sehingga beban di pundakmu dapat kau pikul dengan ringan; semoga Ia menganugerahimu akal dan hati yang senantiasa menjagamu agar tidak menyimpang dari jalan yang benar.
Aku tidak menyukai peperangan. Kupandang dengan hina pertumpahan darah. Meskipun aku tahu ada kalanya pedang harus dihunuskan. Namun tujuan dari penghunusan pedang tak lain adalah untuk menjaga kehidupan, bukan sebaliknya. Dengan ucapan lain, adalah sebuah kejahatan bila seseorang menggunakan pedang semata untuk melukai orang lain. Seorang Penguasa tidaklah serta-merta berada di atas negara; peperangan tidak seharusnya timbul demi kepentingan penguasa belaka.
Foto Dokumentasi Abi Aziz, Mbk Izzah, dan Umi saat ziarah ke makamSyeikh Edebali