“Rangking Mania”
Gak ada Rangking masih Worry??
Masih ingatkah kita,ketika detik-detik usai penerimaan raport kita terima? Apa yang orang-orang tanyakan?bukan hanya teman ,tetangga atau bahkan orang tua kita sendiri pelakunya,yang mengintrogasi dengan seribu pertanyaanya.
“Dapat Rangking berapa?”
“Nilai matematikamu berapa?”
“Nilai Bahasa Inggrismu berapa?”
Ketika kita jawab dengan jawaban sebenarnya misalnya,saya gak dapat rangking,nilai matematika 5,nilai bahasa inggris 6. Orang-orang akan cepat menanggapi dengan pertanyaan susulan atau bahkan brondongan.
“Waduh,gak dapat rangking?dikelas kamu ngapain aja?
“Kok bisa nilai matematikamu 5 ? nilai bahasa inggrismu juga jelek amat,nilainya 6?
“Kamu ini gak pernah belajar ya?
Dan seribu pertanyaan brondongan yang lain,,heheheheh.. Apa yang kita rasakan ketika itu? Ada perasaan malu,perasaan sedih atau bahkan merasa bersalah. Tapi sebenarnya kita sendiri tidak tahu yang membuat kita sedih,merasa bersalah atau malu itu sebenarnya adalah apa atau yang mana?
Jawab dengan jujur…! Apakah atau manakah atau siapakah yang sebenarnya membuat kita malu,sedih,atau merasa bersalah? Apakah nilai yang sedikit itu?apakah tidak dapat rangking itu?ataukah pertanyaan – pertanyaan orang-orang itu?
Kalau penulis pribadi menjawab,,yang sebenarnya membuat sedih ,malu atau merasa bersalah itu adalah pertanyaan brondongan orang-orang itu. Bagaimana tidak sedih coba ,mereka tidak tahu bagaimana kita berjuang ketika ulangan,mereka tidak tahu materinya sesulit atau semudah apa,mereka tidak tahu itu adalah hasil usaha maksimal kita,dan lebih parahnya lagi adalah mereka juga tidak tahu berapa batas nilai KKM nya.
Dan hasil dari pertanyaan- pertanyaan itu adalah sedih,minder,merasa bersalah,merasa bodoh atau malu bagi siswa atau anak yang nilainya memang sedikit. Namun,pertanyaan yang sama juga akan menyebabkan orang menjadi sombong,merasa pintar,berbangga diri,meremehkan orang lain bagi anak-anak yang kebetula mendapat nilai lebih tinggi.
Ketika kita telah menjadi orang dewasa,apakah kita akan mengulang pertanyaan-pertanyaan itu untuk anak kita?atau malah dengan bangga menceritakan tingginya nilai ujian kita,atau rangking yang selalu kita dapatkan? Atau kita ubah pertanyaan – pertanyaan kita?
Kenapa tidak yang kita tanyakan itu adalah berapa nilai agamamu?atau sudah sampai mana pembelajarannya?atau bagaimana susahnya materi itu? Atau dengan cara apa kamu dapat nilai itu? Sepertinya kita jarang mendengar orang-orang bertanya,kemudian yang ditanyakan pertama kali adala nilai agama..heheheh.
Pintar atau bodoh itu sebenarnya kita yang memberi cap atau stemple atau vonis. Apakah yang kita nilai pintar itu benar-benar pintar,atau yang kita vonis bodoh itu benar-benar bodoh?tentu tidak bukan?mereka memiliki keunikan masing-masing,memiliki keunggulan masing-masing.
System rangking yang dari dulu diberlakukan dalam institusi pendidikan telah melahirkan anak-anak yang hanya berorientasi menjadi “aku lebih pandai”,aku paling pintar diantara”,atau bahkan orang tua juga ikut keracunan menjadi “anak saya paling hebat”,anak saya paling pintar.”
Pernahkan kita akui bahwa kita terbiasa melihat atau malah menjadi pelaku yang menghalalkan segala cara untuk bisa menjadi “ aku lebih pintar”,aku lebih hebat”. Mulai dari menyontek,tidak mau kalah,berkelahi (manifestasi dari “ aku lebih kuat”),sulit bekerjasama,iri hati ketika teman kita sukses,sukses dengan cara instan, dan masih banyak lagi yang lainnya.
System pendidikan kita sekarang barangkali telah menyalahi filosofi pendidikan yang dikemukakan oleh Socrates 2.400 tahun yang lalu,yaitu pendidikan untuk membuat seseorang menjadi good and smart, atau manusia yang baik dan bijak. Yakni orang yang dapat menggunakan kepandaiannya kepada hal-hal yang baik.
Barangkali akan ada yang bertanya,kalau tidak ada rangking lalu bagaimana memotivasi anak agar giat belajar?atau mungkin dengan pertanyaan hadiahnya apa setelah giat belajar kalau bukan mendapat rangking?
Tentang memotivasi belajar anak yang efektif adalah dengan menumbuhkan rasa kecintaan anak dalam proses belajar. Jika cinta itu sudah ada maka dalam bel;ajar yang ada adalah semangat,rasa ingin tahu yang tinggi,kerja keras,pantang menyerah,jujur dan ingin mencoba.
Nilai 5 dalam bidang matematika tidak menjamin dia ini bodoh,atau nilai 9 dalam bahasa inggris itu tidak menjamin dia benar-benar pintar. Bodoh atau pintar itu hanya peniliaian kita saja,kenyataanya Allah itu menciptakan semua orang dengan keunikan masing-masing,dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Semua anak cerdas,hanya saja tidak disemua bidang semua orang bisa cerdas.
Jika ada diantara kita yang menjudgment orang lain dengan bodoh,itu sama artinya dengan menganggap yang menciptakan manusia itu bodoh. Dan ini sama artinya menghina Allah,bahaya besar bukan?
Masih mau nuntut anak kita rangking berapa?atau masih mau nanya anak kita rangking berapa?
No Rangking,No Worry…
Sumber : Buku-buku Ratna Megawangi.
“Hidup untuk belajar,belajar untuk hidup”
Lia al Faruq